Senin, 02 Mei 2016

makalah matematika diskrit tentang prinsip sarang merpati dan peluang diskrit



TUGAS MAKALAH
MATEMATIKA DISKRIT
“PRINSIP SARANG MERPATI DAN PELUANG DISKRIT”
DISUSUN OLEH :







KELAS A
                                  NAMA                                   NPM
1.    IRSAN                                                     (14 221 003)
2.    SUKMA DAMAYANTI                        (14 221 010)
3.    NASIA                                                     (14 221 015)
4.    KIKNAWATI                                         (14 221 021)
5.    WA ODE IRMA RAHMAWATI         (14 221 027)
6.     MUHAMMAD ALIFUDI AKIB         (14 221 037)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN ( FKIP )
UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN BAUBAU
2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan penulisan makalah mata kuliah Matematika Diskrit yang berjudul “Prinsip Sarang Merpati dan Peluang Diskrit” yang dimaksudkan agar para pembaca lebih memahami dan memperluas ilmu tentang kombinatorial dan peluang.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Ibu Artati Iriana,S.Si.,M.Si yang telah membimbing dan membantu dalam penyelesaian makalah ini. Harapan penyusun, semoga makalah ini dapat bermanfaat dengan baik, memberi konstribusi sebagaimana mestinya di masa mendatang.
Dalam penulisan makalah ini, penyusun menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan, baik mengenai materi maupun sistematika penulisan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan pengetahuan di masa depan.


Baubau, 02 Mei 2016

                                                                                                   Penyusun
           

















DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................ .. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang.................................................................................................................. .. 1
2.    Rumusan Masalah............................................................................................................. .. 1
3.    Tujuan .............................................................................................................................. .. 1
BAB II PEMBAHASAN
1.    Prinsip Sarang Merpati...................................................................................................... .. 2
2.    Peluang Diskrit.................................................................................................................... 16
BAB III PENUTUP
1.    Kesimpulan.......................................................................................................................... 37
2.    Saran.................................................................................................................................... 37
DAFTAR ISI........................................................................................................................ .. 38


BAB I
PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang
Matematika diskrit adalah salah satu ilmu yang memiliki banyak kegunaan dalam berbagai bidang ilmu lainnya. Matematika diskrit merupakan cabang matematika yang mempelajari tentang obyek-obyek diskrit. Diskrit itu sendiri adalah sejumlah berhingga elemen yang berbeda atau elemen-elemen yang tidak bersambungan. Dimana data diskrit merupakan data yang satuannya selalu bulat dalam bilangan asli dan tidak berbentuk pecahan. Contoh dari data diskrit misalnya manusia, pohon, bola dan lain-lain. Berikut ini adalah beberapa alasan pentingnya mempelajari matematika diskrit antara lain :
1.       Landasan berbagai bidang ilmu matematika : logika, teori bilangan, aljabar linier dan                     abstrak,kombinatorial, teori graft, teori peluang (diskrit).
2.       Landasan ilmu komputer : struktur data, algoritma, teori database, bahasa formal, teori automata, teori compiler, sistem operasi, dan pengamanan komputer (computer security).
3.       Mempelajari latar belakang matematis yang diperlukan untuk memecahkan masalah dalam riset operasi (optimasi diskrit), kimia, ilmu-ilmu teknik, biologi, telekomunikasi, dan sebagainya.
Dari alasan-alasan di atas, jelaslah bahwa matematika diskrit memiliki jangkauan yang luas dalam berbagai bidang ilmu. Dalam makalah ini akan dibahas secara terperinci mengenai prinsip sarang merpati dan peluang diskrit. Pada umumnya prinsip Pigeonhole merupakan salah satu teknik pembuktian yang sederhana dan efektif. Selain itu, prinsip ini merupakan salah satu alat kombinatorial yang berguna dalam menghitung objek dengan properti tertentu. Sedangkan antara kombinatorial dan teori peluang sebenarnya terkait erat. Peluang didasarkan pada suatu percobaan seperti pelemparan uang logam, pelemparan dadu, penarikan kartu dan lain-lain. 
2.    Rumusan Masalah
1.        Bagaimanakah prinsip sarang merpati ?
2.        Bagaimanakah peluang diskrit ?
3.    Tujuan
1.       Untuk mengetahui prinsip sarang burung merpati.
2.       Untuk mengetahui peluang diskrit.
BAB II
PEMBAHASAN
1.    PRINSIP SARANG MERPATI
Pigeonhole Principle atau Prinsip Sarang Merpati pertama kali dinyatakan oleh seorang ahli matematika dari Jerman yang bernama Johann Peter Gustav Lejeune Dirichlet pada tahun 1834, sehingga prinsip ini juga dikenal dengan istilah Prinsip Kotak Dirichlet (Dirichlet Drawer Principle), karena Dirichlet sering menggunakan prinsip ini dalam pekerjaannya. 
   Misalkan kita mempunyai kandang burung merpati (pigeon) yang memiliki pintu masuk berupa lubang-lubang (hole). Satu lubang berarti satu sarang. Setiap sarang biasanya ditempati oleh seekor burung merpati. Misalkan merpati ada 16 ekor sedangkan kandang hanya 14 buah sarang. Prinsip sarang merpati (pigeonhole principle) menyatakan bahwa paling sedikit terdapat satu sarang yang ditempati oleh dua ekor merpati.
Teorema I (Prinsip Pigeonhole Bentuk Pertama) :
Prinsip Sarang Merpati (Pigeon Hole Principle) menyatakan jika (n + 1) atau lebih objek ditempatkan di dalam n buah kotak, maka paling sedikit terdapat satu kotak yang berisi dua atau lebih objek. Atau jika ada n sarang dan (n + 1) merpati, maka paling tidak ada 1 sarang yang ditempati lebih dari 1 merpati.
Bukti :
Misalkan tidak ada kotak yang berisi lebih dari dua objek. Maka, total jumlah objek paling banyak adalah n. Ini kontradiksi, karena jumlah objek paling sedikit n + 1. Atau
Misal jika n merpati ditempatkan pada m sarang merpati, dimana n > m, maka terdapat sarang merpati yang memuat paling sedikit dua merpati. Untuk membuktikan pernyataan Prinsip Pigeonhole ini, kita gunakan kontradiksi. Misalkan kesimpulan dari pernyataan tersebut salah, sehingga setiap sarang merpati memuat paling banyak satu merpati. Karena ada m sarang merpati, maka paling banyak m merpati yang bisa dimuat. Padahal ada n merpati yang tersedia dan n > m, sehingga kita dapatkan sebuah kontradiksi.



Contoh 1 :
Pada saat pembentukan tugas kelompok yang dibagi menjadi enam kelompok, tujuh mahasiswa tidak masuk kuliah sehingga mereka belum terdaftar dalam kelompok yang sudah dibagi. Tunjukkan bahwa paling sedikit ada dua mahasiswa yang bergabung dalam satu kelompok !
Penyelesaian :
Kita asumsikan tujuh mahasiswa tersebut dengan merpati dan enam kelompok sebagai rsarang merpati. Berdasarkan prinsip pigeonhole bentuk pertama terdapat sarang merpati yang memuat paling sedikit dua merpati. Dengan demikian terdapat suatu kelompok yang memuat paling sedikit dua mahasiswa.
Contoh 2 :               
Seorang kyai di sebuah desa yang selalu diminta untuk memberikan nama bayi yang lahir, menyiapkan nama depan Muhammad, Akhmad, Abdul dan nama belakang Hadi, Akbar, Gofur bagi bayi yang lahir dalam suatu bulan tertentu. Pada bulan tersebut terdapat sebelas bayi yang lahir di desa itu. Tunjukkan bahwa paling sedikit ada dua bayi yang mempunyai nama yang sama dengan asumsi bahwa kyai tersebut selalu memberikan nama depan dan belakang !
Penyelesaian :
Terdapat sembilan kombinasi nama depan dan belakang yang mungkin untuk sebelas bayi yang lahir pada bulan tersebut. Kita asumsikan sebelas bayi tersebut dengan merpati dan sembilan nama sebagai sarang merpati. Berdasarkan prinsip pigeonhole bentuk pertama terdapat sarang  merpati yang memuat paling sedikit dua merpati. Dengan demikian terdapat kombinasi nama yang dipakai paling sedikit dua bayi.
Contoh 3 :
Misalkan sebuah turnamen basket diikuti oleh n buah tim yang dalam hal ini setiap tim bertanding dengan setiap tim lainnya dan setiap tim menang paling sedikit satu kali. Tunjukkan bahwa paling sedikit ada 2 tim yang mempunyai jumlah kemenangan yang sama !
Penyelesaian :
Jumlah kemenangan setiap tim paling sedikit 1 kali dan paling banyak n - 1 kali. Angka n - 1 berkorespondensi dengan n - 1 buah sarang merpati untuk menampung n ekor merpati (tim basket). Jadi, paling sedikit ada 2 tim basket yang mempunyai jumlah kemenangan sama.


Contoh 4 :
Buktikan bahwa di Jakarta paling tidak ada 10 orang dengan jumlah helai rambut yang sama di kepalanya !
Penyelesaian :
Rata-rata manusia memiliki 150.000 helai rambut di kepalanya. Dengan begitu sangat aman mengasumsikan rambut di kepala manusia paling banyak berjumlah satu juta helai. Sementara itu,  penduduk Jakarta berjumlah lebih dari 9 juta ( sekitar 9,5 juta lebih tepatnya). Dengan begitu, andaikan ada 9 orang penduduk Jakarta tanpa rambut, 9 orang berikutnya hanya punya 1 helai rambut, 9 orang berikutnya lagi hanya punya 2 helai, dan seterusnya sampai 9 orang penduduk Jakarta yang punya satu juta helai rambut di kepalanya, karena penduduk Jakarta berjumlah lebih dari 9 juta, orang ke 9.000.010 akan memiliki jumlah rambut antara 0 sampai sejuta. Dengan demikian memastikan ada paling tidak 10 orang dengan jumlah helai rambut yang sama di kepala.
Contoh 5 :
Dalam kemasan permen dengan 5 pilihan rasa, kita hanya perlu mengambil 6 permen. Tunjukkan bahwa paling tidak ada dua permen dengan rasa yang sama !
Penyelesaian :
Ini salah satu contoh paling sederhana dari penerapan prinsip sarang merpati. Misalkan kelima pilihan rasa permen tersebut adalah stroberi, jeruk, apel, anggur, dan kiwi. Setelah mengambil lima permen dari dalam kemasan, ternyata semua rasanya berbeda. Karena hanya ada lima pilihan rasa, permen keenam yang kita ambil pasti rasanya sama dengan salah satu permen yang sudah kita ambil sebelumnya. Disini rasa berperan sebagai sarang dan permen yang kita ambil sebagai merpatinya.
Contoh 6 :
Buktikan bahwa pada setiap 13 orang terdapat setidaknya 2 orang yang memiliki bulan lahir yang sama !
Penyelesaian :
Satu tahun pasti ada 12 bulan, dengan menggunakan prinsip sarang burung, asumsikan sarang burung adalah bulan-bulan itu (Januari-Desember), dan orang-orang itu adalah burungnya, pasti ada setidaknya satu sarang yang bermuatan lebih dari satu burung. Sehingga terbukti bahwa pada setiap 13 orang terdapat setidaknya 2 orang yang memiliki bulan lahir sama.


Contoh 7 :
Dari 27 orang mahasiswa, buktikan bahwa paling sedikit terdapat 2 orang yang namanya diawali dengan huruf yang sama !
Penyelesaian :
Dari 27 orang mahasiswa, paling sedikit terdapat dua orang yang namanya diawali dengan huruf yang sama, karena hanya ada 26 huruf dalam alfhabet. Jika kita menganggap 27 huruf awal dari nama-nama mahasiswa sebagai merpati dan 26 huruf alphabet sebagai 26 buah sarang merpati, kita bisa  menetapkan pemasangan 27 huruf awal nama ke 26 huruf alphabet seperti halnya pemasangan merpati ke sarang merpati. Menurut prinsip sarang merpati, beberapa huruf awal alphabet dipasangkan dengan paling sedikit dua huruf awal nama mahasiswa.
Contoh 9 :
Misalkan terdapat banyak bola merah, bola putih, dan bola biru di dalam sebuah kotak. Berapa paling sedikit jumlah bola yang diambil dari kotak (tanpa melihat ke dalam kotak) untuk menjamin bahwa sepasang bola yang berwarna sama terambil !
Penyelesaian :
Jika setiap warna dianggap sebagai sarang merpati, maka n3. Karena itu, jika orang mengambil paling sedikit n + 1 = 4 bola (merpati), maka dapat dipastikan sepasang bola yang berwarna sama ikut terambil. Jika hanya diambil 3 buah, maka ada kemungkinan ketiga bola itu berbeda warna satu sama lain. Jadi 4 buah bola adalah jumlah minimum yang harus diambil dari dalam kotak untuk menjamin terambil sepasang bola yang berwarna sama.
Contoh 10 :
Buktikan bahwa jika terdapat 11 kali jabat tangan antara 2 orang pada 5 orang, terdapat jabat tangan antara 2 orang yang sama dan dilakukan dua kali !
Penyelesaian :
Ada 5 orang kita misalkan anggap a, b, c, d, dan e.
a dapat berjabat dengan b, c, d, e. Kemudian b berjabat dengan c, d, e. Lalu c dapat berjabat dengan d, e. Dan terakhir d dapat berjabat dengan e. Total terjadi jabatan tangan adalah 10, karena telah terjadi 11 jabatan tangan tentunya terbukti ada salah seorang yang melakukan jabatan dengan orang yang sama sebanyak 2 kali.



Contoh 11 :
Di dalam sebuah kotak terdapat 4 pasang kaos kaki berwarna hitam, putih, biru, dan merah. Berapa banyak kaos kaki yang harus diambil dari dalam kotak tanpa melihat terlebih dahulu, agar dapat dipastikan akan didapat sepasang kaos kaki yang berwarna sama.
Penyelesaian :
Agar didapat sepasang kaos kaki yang berwarna sama dari 4 warna kaos kaki, maka kita harus mengambil minimal 5 buah kaos kaki, sehingga dapat dipastikan akan didapat sepasang kaos kaki yang berwarna sama, sesuai dengan pigeonhole principle. Seandainya kita hanya mengambil 4 buah kaos kaki, ada kemungkinan yang kita dapat masing-masing 1 kaos kaki berwarna hitam, putih, biru, dan merah, sehingga kita tidak mendapatkan sepasang kaos kaki yang berwarna sama.
Prinsip Pigeonhole ini bisa kita nyatakan dalam bentuk lain seperti berikut  ini.
Teorema II (Prinsip Pigeonhole Bentuk Kedua) :
Jika f merupakan sebuah fungsi dari suatu himpunan terhingga X ke suatu himpunan terhingga Y dan |X| > |Y |, maka f( ) = f( ) untuk beberapa ,    X, dimana     .
Bukti :
Untuk membuktikan Prinsip Pigeonhole bentuk kedua ini kita bisa menggunakan Prinsip Pigeonhole bentuk pertama dengan mengasumsikan X sebagai himpunan merpati dan Y sebagai himpunan sarang merpati. Selanjutkan kita memasangkan merpati x ke sarang merpati f(x). Karena jumlah merpati lebih banyak dari sarangnya, maka terdapat paling sedikit dua merpati, dimana ,    X yang dipasangkan ke sarang merpati yang sama, yaitu f( ) = f( ) untuk beberapa ,    X, dimana     .
Prinsip ini dapat diilustrasikan oleh gambar di bawah ini, misalkan untuk X = 5 dan Y = 4.
Ilustrasi (a) menunjukkan beberapa burung yang hinggap di sangkarnya, sedangkan ilustrasi (b) menunjukkan korespondensi antara burung dengan sangkarnya. Dari gambar (b) di atas, kita dapat menyatakan prinsip sarang burung dengan bahasa yang lebih matematis, seperti berikut : Suatu fungsi dari himpunan berhingga ke himpunan berhingga yang lebih kecil, tidak dapat satu-satu : Paling sedikit ada dua anggota domain yang memiliki bayangan yang sama di kodomain. Sehingga, diagram panah yang menggambarkan fungsi dari himpunan berhingga ke himpunan berhingga yang lebih kecil harus memiliki paling sedikit dua anak panah dari domain yang menunjuk anggota yang sama di kodomain. Pada ilustrasi di atas, kita dapat melihat bahwa anak panah dari burung 4 dan 5 menunjuk sangkar burung 4.
Contoh 1 :
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika akan membuat kode matakuliah untuk matakuliah-matakuliah bidang studi matematika dengan cara menambahkan tiga angka pada huruf KPM. Terdapat 51 matakuliah yang harus diberi kode dan tiga angka yang harus ditambahkan pada huruf KPM harus berkisar antara 101 sampai dengan 200. Tunjukkan bahwa terdapat paling sedikit dua matakuliah yang diberi kode dengan angka berurutan.
Penyelesaian :
Misalkan angka-angka yang dipilih adalah :
, , ...,
Jika angka-angka diatas digunakan bersama-sama dengan :
+1,  , ..., +1

maka terdapat 102 nomor yang merentang antara 101 sampai dengan 201. Karena ada 100 nomor yang disediakan (yaitu 101 sampai dengan 200) dan ada 102 nomor yang akan digunakan, maka menurut Prinsip Pigeonhole bentuk kedua terdapat paling sedikit dua nomor yang sama. Nomor , , ...,  dan +1,  , ..., +1 semuanya berbeda. Sehingga kita mempunyai :
= + 1
Dengan demikian kode    berurutan dengan kode .
Contoh 2 :
Dari seluruh penduduk DKI Jakarta tahun 2013, apakah paling sedikit ada dua orang yang memiliki jumlah rambut yang sama di kepala mereka?


Pembahasan :
Jawabannya adalah iya. Pada contoh ini, yang menjadi burung adalah penduduk DKI Jakarta dan yang menjadi sarang burung adalah semua kemungkinan dari jumlah rambut pada setiap kepala penduduk Jakarta. Misalkan populasi dari penduduk DKI Jakarta adalah P. Berdasarkan data dari Bappeda Jakarta tahun 2013,  jumlah penduduk Jakarta adalah sekitar  9 juta jiwa. Selain itu, seperti kita ketahui jumlah rambut yang dapat tumbuh di kepala manusia paling banyak adalah 300.000. Didefinisikan suatu fungsi H dari himpunan semua penduduk DKI Jakarta {x1, x2, x3, …, xp} ke himpunan {0, 1, 2, 3, …, 300.000}, seperti berikut :
Karena jumlah penduduk DKI Jakarta lebih banyak daripada kemungkinan jumlah rambut pada kepala manusia, maka H bukan merupakan fungsi satu-satu. Sehingga, paling sedikit ada dua anak panah yang menunjuk pada bilangan yang sama. Atau dengan kata lain, paling sedikit ada dua penduduk DKI Jakarta yang memiliki jumlah rambut yang sama.
Contoh 3 :
Misalkan A = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8}. Jika lima bilangan bulat diambil dari A, apakah paling sedikit ada sepasang bilangan bulat yang jumlahnya 9?
Pembahasan :
Jawabannya adalah iya. Kita partisi himpunan A menjadi 4 himpunan yang saling lepas, yaitu {1, 8}, {2, 7}, {3, 6}, dan {4, 5}. Perhatikan bahwa setiap bilangan bulat di A muncul tepat satu kali di empat himpunan bagian tersebut dan jumlah bilangan bulat pada masing-masing himpunan bagian tersebut adalah 9. Sehingga, jika 5 bilangan bulat diambil dari himpunan A maka, dengan menggunakan prinsip sangkar burung, dua diantaranya berasal dari himpunan bagian yang sama. Hal tersebut menyebabkan jumlah dua bilangan bulat tersebut adalah 9. Untuk melihat dengan cermat bagaimana penerapan prinsip sangkar burung pada soal ini, kita misalkan lima bilangan bulat yang diambil (sebut saja a1, a2, a3, a4, dan a5) sebagai burung dan himpunan-himpunan bagian sebagai sangkarnya. Fungsi P dari himpunan burung ke himpunan sarang burung didefinisikan dengan memisalkan P(ai) adalah himpunan bagian yang memuat ai.
Fungsi P terdefinisi dengan baik karena setiap bilangan bulat ai di domain, ai termuat oleh satu himpunan bagian (karena gabungan himpunan-himpunan bagian tersebut adalah A) dan ai tidak termuat oleh lebih dari satu himpunan bagian A (karena himpunan-himpunan bagian tersebut saling lepas).
Karena jumlah burung lebih banyak daripada sangkarnya, maka paling sedikit ada dua burung yang singgah di satu sangkar. Sehingga dua bilangan bulat yang berbeda akan dipasangkan kepada himpunan bagian yang sama. Hal ini akan menyebabkan bahwa dua bilangan bulat tersebut adalah dua anggota yang berbeda dari himpunan bagian, sehingga jumlahnya adalah 9. Secara lebih formal, dengan menggunakan prinsip sangkar burung, karena P bukan fungsi satu-satu, maka ada bilangan bulat ai dan aj sedemikian sehingga,
Tetapi kemudian, berdasarkan definisi P, ai dan aj dimiliki oleh himpunan bagian yang sama. Karena jumlah semua anggota dari masing-masing himpunan bagian adalah 9, maka             ai + aj = 9.
Prinsip Pigeonhole Bentuk Kedua ini dapat dinyatakan ke dalam bentuk yang lebih umum seperti penyataan berikut ini. Prinsip sarang merpati dapat dirampatkan (generalized) sedemikian sehingga jumlah objek dapat merupakan kelipatan jumlah kotak. Misalkan jika terdapat 20 sarang merpati dan 41 ekor merpati, maka terdapat satu buah sarang merpati ynag berisi lebih dari 2 ekor merpati. Atau dengan kata lain jumlah dari objek yang melebihi dari jumlah kotak yang tersedia dapat dinyatakan sebagai berikut.
Teorema III (Prinsip Pigeonhole Bentuk Ketiga) :
Jika M objek ditempatkan di dalam n buah kotak, maka paling sedikit terdapat satu kotak yang berisi minimal [M/n] objek.
Bukti  :
Pernyataan di atas menyatakan bahwa jika n buah kotak akan diisi dengan M = nk + 1 objek, yang dalam hal ini k adalah bilangan bulat positif maka paling sedikit terdapat 1 kotak yang berisi minimal k + 1 objek.
Contoh 1 :
Terdapat banyak bola merah, bola putih, dan bola hijau di dalam sebuah kotak . Berapa paling sedikit jumlah bola yang harus diambil dari dalam kotak sehingga 3 pasang bola yang setiap pasangnya berwarna sama terambil ?
Penyelesaian :
Tiga pasang bola yang setiap pasang berwarna sama = jumlah 6 buah bola. N = 3 (jumlah warna). Kita perlu mengambil paling sedikit M buah bola untuk memastikan bahwa [M/3] = 6  (bola mengandung setiap pasang bola yang berwarna sama). M = 3 . 5 + 1 = 16. Jika kita hanya mengambil 15 bola, maka kemungkinan hanya terambil 2 macam bola yang berwarna sama. Jadi jumlah 16 buah bola adalah jumlah minimal yang perlu kita ambil dari kotak untuk memastikan bahwa ada 3 pasang bola yang setiap pasang berwarna sama terambil.
Contoh 2 :
Jika terdapat 20 sarang merpati dan 41 ekor merpati. Berapakah banyak sarang yang ditempati 2 ekor merpati ?
Penyelesaian :
Maka akan  terdapat satu buah sarang yang berisi lebih dari 2 ekor merpati. Atau dengan menggunakan rumus diperoleh paling sedikit [ 41 / 20 ] =  1 sisa bagi. Maka akan ada merpati yang menempati 1 sarang yang sudah ditempati merpati lain.
Contoh 3 :
Dalam matakuliah Matematika Diskrit diberikan tugas kelompok yang akan dibagi menjadi enam kelompok. Jika terdapat 62 mahasiswa yang menempuh mata kuliah tersebut, berapakan jumlah mahasiswa yang menjadi anggota suatu kelompok yang sama?
Penyelesaian :
Kita asumsikan mahasiswa tersebut sebagai anggota dari himpunan daerah asal X dan kelompoknya sebagai anggota daerah kawan Y . Karena |X| = 62, |Y | = 6 dan [62/6] = 11.
Maka dengan menggunakan Prinsip Generalized Pigeonhole, terdapat paling sedikit 11 anggota X yang dipasangkan dengan suatu anggota Y yang sama. Dengan demikian terdapat paling sedikit ada 11 mahasiswa yang menjadi anggota suatu kelompok yang sama.
Contoh 4 :
Jika anda menghadiri 6 kuliah dalam  selang waktu Senin sampai Jumat. Berapakah maksimal anda mengambil pelajaran dalam sehari?
Penyelesaian :
Senin – Jumat = 5 hari.
Karena ada 6 mata pelajaran [ 6/5 ] = 2 maka haruslah terdapat paling sedikit satu hari ketika anda menghadiri paling sedikit dua kelas.
Contoh 5 :
Di dalam kelas dengan 60 mahasiswa. Berapakan banyak mahasiswa yang akan mendapat nilai yang sama?
Penyelesaian:
Nilai    ( A,B, C, D, dan E)
Karena terdapat 60 mahasiswa [ 60/ 5] = 12  terdapat paling sedikit 12 mahasiswa akan mendapat nilai yang sama (A, B, C, D, atau E).
Prinsip sarang merpati, jika diterapkan dengan baik, akan memberikan hanya objek-objek yang ada, dan bukan memberitahukan bagaimana mencari objek tersebut dan berapa banyak. Pada masalah sarang burung merpati, prinsip ini tidak memberitahukan di sarang merpati mana yang berisi lebih dari dua ekor merpati. Walaupun kelihatan sederhana, prinsip ini terbukti sangat berguna dalam menyelesaikan masalah kombinatorial.





§  APLIKASI PRINSIP PIGEONHOLE
Walaupun prinsip pigeonhole merupakan prinsip yang sangat sederhana, prinsip ini mempunyai banyak aplikasi antara lain :
A. Aplikasi Pada Sains Komputer
Salah satu aplikasi prinsip pigeonhole pada sains komputer adalah pada hash collision. Sebagai informasi, algoritma hash mengubah suatu data apapun ke dalam bentuk data lain. Hal ini dilakukan dengan memproses data tersebut dalam suatu formula matematika kompleks untuk menghasilkan hash unik bagi setiap potongan data. Umumnya, hash yang dihasilkan memiliki bit yang sama untuk setiap algoritma hash yang sama. Jika data yang diproses lebih kecil dari bit minimal hash yang akan dihasilkan, maka algoritma hash yang bersangkutan akan menambahkan junk data untuk mengisi bit yang tidak terpakai. Hash collision terjadi apabila dua data atau lebih menghasilkan hash yang sama. Menggunakan prinsip pigeonhole, hash collision merupakan hal yang tidak terhindarkan, terlebih jika data yang di hash berukuran besar. Hal ini dikarenakan hash yang tersedia lebih sedikit daripada potongan data yang diproses. Anggap hash sebagai sarang burung merpati dan potongan data yang diproses sebagai burung merpati. Maka, pasti ada hash yang merepresentasikan lebih dari satu potongan data.
Aplikasi yang kedua adalah pada kompresi data. Kompresi data adalah proses memampatkan suatu data apapun ke dalam bentuk dengan ukuran yang lebih kecil. Dengan prinsip pigeonhole, dapat dibuktikan tidak mungkin ada algoritma kompresi yang dapat selalu berhasil memampatkan data menjadi lebih kecil. Hal ini dikarenakan ukuran yang lebih kecil berarti bit yang lebih sedikit, sehingga jika hasil kompresi dianalogikan dengan sarang burung merpati, jumlah sarang burung merpati selalu lebih sedikit daripada merpatinya (yaitu data yang akan diproses dengan algoritma kompresi).
B. Aplikasi Pada Permasalahan Relasi
Prinsip pigeonhole dapat diaplikasikan dalam berbagai permasalahan relasi. Misalkan ada pertemuan yang dihadiri oleh 50 orang. Dari 50 orang tersebut, ada beberapa yang kenal satu sama lain. Kita dapat membuktikan bahwa dalam ruangan tersebut pasti ada dua orang dengan jumlah kenalan yang sama menggunakan prinsip pigeonhole. Dengan mengasumsikan satu orang tidak mempunyai kenalan sama sekali, jumlah maksimum kenalan satu orang adalah 48. Maka, anggap jumlah kenalan dari 0 sampai 48 sebagai sarang burung merpati, dan anggap 50 orang yang hadir pada pertemuan tersebut sebagai merpatinya. Berdasarkan prinsip pigeonhole, setidak-tidaknya akan ada dua orang yang mempunyai jumlah kenalan yang sama. Begitu pula jika kita asumsikan masing-masing orang yang hadir pada pertemuan tersebut mempunyai setidaknya satu kenalan, sehingga maksimum jumlah kenalan dari seseorang adalah 49. Jika dianggap jumlah kenalan dari 1 sampai 49 sebagai sarang burung merpati dan 50 orang yang hadir pada pertemuan tersebut sebagai merpatinya, tetap setidak-tidaknya ada dua orang yang mempunyai jumlah kenalan yang sama.
Aplikasi prinsip pigeonhole dalam relasi cukup berguna dalam mengaproksimasi kebutuhan minimal yang harus disiapkan dalam hal tertentu. Misalkan suatu perusahaan kereta api mempunyai statistik jumlah pengguna 500 setiap harinya. Jika ada 20 lintasan kereta api yang berbeda, maka berdasarkan prinsip pigeonhole minimal ada 25 pengguna dengan lintasan kereta api yang sama. Maka dari itu, minimalnya perusahaan kereta api tersebut menyediakan kereta api yang mempunyai daya tampung 25 pengguna untuk setiap jurusan untuk memenuhi kebutuhan minimal tiap lintasan.
C. Aplikasi Pada Permasalahan Numerikal
Prinsip pigeonhole mampu menyelesaikan beberapa permasalahan numerikal. Contoh pertama adalah permasalahan divisibilitas. Dengan prinsip pigeonhole, kita mampu membuktikan bahwa pasti ada dua angka dalam n angka yang selisihnya habis dibagi angka n-1 dengan n bilangan bulat positif ≥ 2. Kita ambil contoh n = sepuluh, sehingga dalam sepuluh angka yang diberikan ada minimal dua angka dengan selisih habis dibagi sembilan. Sisa dari pembagian suatu angka dengan sembilan juga berjumlah sembilan, yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8. Jika sisa dari pembagian suatu angka dengan sembilan tersebut kita analogikan sebagai sarang burung merpati dan sepuluh angka yang diberikan kita analogikan sebagai merpati, maka dalam sepuluh angka tersebut minimal ada dua angka yang mempunyai sisa yang sama dari pembagian terhadap sembilan. Dua angka inilah yang bila diselisihkan selisihnya akan habis dibagi sembilan.
D. Aplikasi Pada Permasalahan Geometri
Prinsip pigeonhole dapat digunakan dalam pembuktian masalah-masalah geometri. Contoh permasalahan yang diberikan adalah sebagai berikut: buktikan bahwa dua dari enam titik dalam persegi panjang 3x4 berjarak tidak lebih dari  . Solusinya adalah dengan membuat pembagian dari persegi panjang 3x4 tersebut seperti gambar berikut :
Gambar Pembagian persegi panjang sebagai solusi dari permasalahan geometri.
Kita dapat melihat bahwa pembagian persegi panjang 3x4 dengan garis merah membuat persegi panjang terbagi menjadi lima bagian. Berdasarkan prinsip pigeonhole, bila enam titik ditempatkan pada persegi panjang tersebut, maka ada satu bagian yang setidaknya memuat dua titik. Maka dari itu, terbukti bahwa dua dari enam titik dalam persegi panjang 3x4 berjarak tidak lebih dari  , karena jarak maksimum dalam satu bagian pada persegi panjang tersebut adalah  .
Aplikasi prinsip pigeonhole pada permasalahan geometri sangat banyak, salah satunya dengan menggunakan perluasan prinsip pigeonhole dengan jumlah burung merpati tak hingga. Namun demikian, makalah ini tidak membahas lebih lanjut mengenai aplikasi dari perluasan prinsip pigeonhole tersebut.
D. Aplikasi Pada Trik Kartu Kombinatorik
            Prinsip pigeonhole dapat digunakan dalam trik kartu kombinatorik sebagai berikut: seorang asisten pesulap mengambil lima kartu secara acak dari sebuah set kartu bridge. Sebagai catatan, satu set kartu bridge terdiri dari empat lambang dengan masing-masing lambang terdiri dari 13 kartu. Kemudian, asisten tersebut memilih salah satu kartu sebagai kartu yang disembunyikan dan memperlihatkan sisanya kepada pesulap. Maka, pesulap yang melihat keempat kartu tersebut dapat menentukan lambang dan nilai dari kartu yang disembunyikan.
Pada kelima kartu yang diambil seorang asisten pesulap, berdasarkan prinsip pigeonhole, ada dua atau lebih kartu dengan lambang yang sama. Hal ini dimanfaatkan asisten pesulap untuk memberi tahu pesulap lambang kartu yang disembunyikan. Hal itu dilakukan dengan menaruh kartu berlambang sama tersebut pada urutan pertama dari kartu yang diperlihatkan. Pemilihan kartu yang disembunyikan dengan kartu yang diperlihatkan juga mengambil peran penting. Aspek yang diperhatikan dalam pemilihan kartu yang disembunyikan dan kartu yang diperlihatkan adalah ‘jarak’ kedua kartu tersebut satu sama lain. Jarak kedua kartu didefinisikan sebagai perbedaan nilai yang harus ditambahkan kartu pertama untuk mencapai kartu kedua. Dalam jarak kedua kartu ini, jarak kartu A ke kartu B tidak sama dengan jarak kartu B ke kartu A karena nilai jarak bersifat sirkuler. Untuk memudahkan perhitungan jarak, kartu Jack, Queen, dan King dilambangkan sebagai angka 11, 12, dan 13. Contoh memperoleh jarak dari dua buah kartu adalah sebagai berikut: pada kartu bernilai 1 dan 2, jarak kartu 1 ke 2 adalah 1 sedangkan jarak kartu 2 ke 1 adalah 12. Jumlah jarak suatu kartu ke kartu lain dengan jarak kebalikannya selalu 13. Maka, berdasarkan prinsip pigeonhole, jarak antar dua buah kartu selalu ada yang ≤ 6. Kartu pertama pada jarak antar dua kartu yang ≤ 6 merupakan kartu yang diperlihatkan pada pesulap, sedangkan kartu kedua disembunyikan.
Berikutnya, tiga kartu yang diperlihatkan lainnya digunakan untuk memberi nilai jarak yang harus ditambahkan pada kartu pertama (kartu yang berlambang sama dengan yang disembunyikan) sehingga pesulap mengetahui persis kartu apa yang disembunyikan. Cara menyusun tiga kartu dihitung dengan permutasi berjumlah 3! = 6. Hal inilah yang mendasari pemilihan kartu yang diperlihatkan harus kartu yang jaraknya ≤ 6 dengan kartu yang disembunyikan. Melalui urutan tiga kartu yang disusun asisten pesulap, pesulap dapat mengetahui pertambahan yang harus dilakukan terhadap kartu pertama sehingga pesulap tersebut dapat menebak kartu yang disembunyikan. Urutan tiga kartu yang disusun merepresentasikan salah satu angka dari 1-6 tergantung kesepakatan asisten pesulap dengan pesulap. Misalkan, ABC bernilai 1, ACB bernilai 2, BAC bernilai 3, BCA bernilai 4, CAB bernilai 5, dan CBA bernilai 6 dengan A kartu bernilai terbesar dan C kartu bernilai terkecil. Jika ada dua buah kartu dengan nilai yang sama, maka yang diperhatikan adalah lambangnya.
Misalkan asisten pesulap mendapat kartu 10♠, 5♣, K♥, 7♦, dan 10♦. Maka, yang kartu yang disembunyikan pasti salah satu dari 7♦ dan 10♦. Karena jarak dari 7 ke 10 adalah 3 sedangkan jarak dari 10 ke 7 adalah 10, maka 10♦ disembunyikan. Selanjutnya, dari 3 kartu 10♠, 5♣, dan K♥, harus dibuat suatu urutan sehingga pesulap menginterpretasikan urutan tersebut sebagai angka 3. Maka sesuai kesepakatan sebelumnya urutan yang merepresentasikan nilai 3 adalah BAC dengan A kartu terbesar dan C kartu terkecil, sehingga urutan kartu yang diperlihatkan asisten pesulap kepada pesulap adalah 7♦ (untuk memberi tahu lambang dan nilai inisial), 10♠, K♥, dan 5♣.



E. Aplikasi Pada Teori Ramsey
Secara umum, teori Ramsey membahas distribusi subset elemen dalam suatu set elemen. Teori Ramsey merupakan extremal combinatorics yang memberikan jumlah objek jika kumpulan objek tersebut harus memenuhi kondisi tertentu. Berikut adalah permasalahan yang dapat memberikan gambaran mengenai teori Ramsey: dalam suatu grup yang terdiri dari enam orang, hubungan antara sepasang orang dapat berupa pertemanan ataupun permusuhan; buktikan bahwa ada setidaknya tiga orang yang saling berteman atau tiga orang yang saling bermusuhan. Misalkan A merupakan salah satu dari keenam orang tersebut, maka setidaknya tiga orang dari lima orang selain A bermusuhan atau berteman dengan A (sesuai prinsip pigeonhole). Anggap B, C, D berteman dengan A. Maka, jika dua dari B, C, D berteman, akan terbentuk tiga orang yang saling berteman. Sebaliknya, jika tidak, maka akan terbentuk tiga orang yang saling bermusuhan. Bila dikaitkan dengan permasalahan tersebut, bilangan Ramsey dengan notasi R(m,n) merupakan jumlah minimum orang yang diperlukan untuk menghasilkan m orang yang saling berteman atau n orang yang saling bermusuhan. Berdasarkan solusi dari permasalahan tersebut, R(3,3) = 6.

2.   PELUANG DISKRIT
§  SEJARAH PELUANG
Peluang dikenal juga dengan teori probabilitas. Teori peluang awalnya diinspirasi oleh masalah perjudian. Awalnya dilakukan oleh matematikawan dan fisikawan Itali yang bernama Girolamo Cardano (1501-1576). Cardano merupakan seorang penjudi pada waktu itu. Walaupun judi berpengaruh buruk terhadap keluarganya, namun judi juga memacunya untuk mempelajari peluang. Dalam bukunya yang berjudul Liber de Ludo Aleae (Book on Games of Changes) pada tahun 1565, Cardano banyak membahas konsep dasar dari peluang yang berisi tentang masalah perjudian. Cardano merupakan salah seorang dari bapak probability. Pada tahun 1654, seorang penjudi lainnya yang bernama Chevalier de Mere menemukan sistem perjudian. Ketika Chevalier kalah dalam berjudi dia meminta temannya Blaise Pascal (1623- 1662) untuk menganalisis sistem perjudiannya. Pascal menemukan bahwa sistem yang dipunyai oleh Chevalier akan mengakibatkan peluang dia kalah 51 %. Pascal kemudian menjadi tertarik dengan peluang, dan mulailah dia mempelajari masalah perjudian. Dia mendiskusikannya dengan matematikawan terkenal yang lain yaitu Pierre de Fermat (1601-1665). Mereka berdiskusi pada tahun 1654 antara bulan Juni dan Oktober melalui 7 buah surat yang ditulis oleh Blaise Pascal dan Pierre de Fermat yang membentuk asal kejadian dari konsep peluang. Pascal bekerjasama dengan Fermat menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh Chevalier de Mere..
Sehingga antara kombinatorial dan teori peluang (probability) sebenarnya terkait erat. Teori peluang banyak menggunakan konsep-konsep di dalam kombinatorial. Teori peluang (probabilitas) ini dikembangkan pertama kali pada abad ke-17 oleh ahli matematika Perancis bernama Blaise Pascal. Dari hasil studi ini Pascal menemukan berbagai macam properti koefisien binomial. Pada abad ke-18 dikembangkan oleh ahli matematika dari Perancis Laplace. Aplikasi kombinatorial dan teori peluang saat ini meluas ke berbagai bidang ilmu lain maupun dalam kehidupan dunia nyata. Sayangnya, kedua bidang ini lahir dari tempat yang kurang  patut, yaitu dari arena judi (gambling games). Salah satu kasusnya adalah menghitung peluang kemunculan nomor lotre.
§  PENGANTAR MENUJU PEMAHAMAN KONSEP PROBABILITAS(PELUANG)
Banyak kejadian dalam kehidupan sehari-hari yang sulit diketahui dengan pasti, apalagi kejadian di masa yang akan datang. Begitu pula dalam suatu percobaan, kita tidak bisa mengetahui dengan pasti hasil-hasil yang akan muncul, misalnya :
1.    Pada pelemparan sebuah uang logam, kita tidak tahu dengan pasti hasilnya, apakah yang akan muncul sisi muka (sisi angka) atau sisi belakang (sisi gambar) dari uang logam itu ;
2.    Pada pelemparan sebuah dadu, kita tidak tahu dengan pasti hasilnya, apakah yang akan muncul muka dadu 1, 2, 3, 4, 5 atau 6 ;
3.    Pada penarikan sebuah kartu bridge dalam kotak yang berisi 52 kartu, kita juga tidak tahu dengan pasti, apakah yang akan muncul kartu as, king, atau yang lainnya.
Meskipun kejadian-kejadian tersebut tidak pasti, tetapi kita bisa melihat fakta-fakta yang ada untuk menuju derajat kepastian atau derajat keyakinan bahwa sesuatu akan terjadi. Bila suatu dadu dilemparkan dengan acak, tanpa rekayasa apa-apa, maka ada derajat kepastian bahwa muka 1 dari dadu itu akan muncul.
            Derajat/tingkat kepastian atau keyakinan dari terjadinya suatu peristiwa dalam suatu percobaan tertentu disebut probabilitas atau peluang. Suatu  peluang dilambangkan dengan P. Dengan demikian kita dapat menentukan peluang terjadinya hujan, peluang munculnya muka 1 pada percobaan pelemparan sebuah dadu, peluang munculnya kartu as pada penarikan kartu dari sekelompok kartu bridge, dan seterusnya.


§  RUANG SAMPEL DAN KEJADIAN
Perhatikan percobaan mengenai pelemparan sebuah uang logam dan pelemparan sebuah dadu pada bagian sebelumnya. Pada pelemparan sebuah uang logam, semuanya ada dua hasil yang mungkin muncul. Yaitu muka = m atau belakang = b. Dua hasil yang mungkin muncul ini dapat dihimpun menjadi S = {m,b}. Begitu pula pada pelemparan sebuah dadu, semuanya ada 6 hasil yang mungkin muncul, yaitu muka 1, 2, 3, 4, 5, atau 6. Seluruh hasil yang mungkin muncul ini dapat ditulis dalam suatu himpunan S = {1,2,3,4,5,6}.
Himpunan dari semua hasil yang mungkin muncul pada suatu percobaan disebut ruang sampel yang dilambangkan dengan himpunan S, sedangkan anggota-anggota dari ruang sampel S atau setiap hasil percobaan di dalam ruang sampel S disebut titik sampel. Hasil-hasil percobaan tersebut bersifat saling terpisah. Dikatakan saling terpisah karena dari seluruh ruang sampel, hanya satu titik sampel yang muncul. Misalnya pada percobaan pelemparan dadu, hasil percobaan yang muncul hanya salah satu dari 6 mata dadu, tidak mungkin muncul 2 atau lebih mata dadu, atau tidak mungkin salah satu dari enam mata dadu tidak ada yang muncul.
            Misalkan ruang sampel dilambangkan dengan S dan titik-titik sampelnya dilambangkan dengan , , . . . , maka :
S = { , , . . . , }
Menyatakan ruang sampel S yang terdiri dari titik-titik sampel , , . . . ,  dan seterusnya. Ruang sampel yang jumlah anggotanya terbatas disebut ruang sampel diskrit. Peluang terjadinya sebuah titik sampel disebut peluang diskrit dan disimbolkan dengan p( ).
Definisi 1 :
Misalkan  adalah sebuah titik sampel di dalam ruang sampel S. Peluang bagi  adalah ukuran kemungkinan terjadinya atau munculnya  diantara titik-titik sampel yang lain di dalam S.
            Titik sampel yang mempunyai peluang lebih besar berarti kemungkinan terjadinya lebih besar pula, sedangkan titik sampel yang peluangnya lebih kecil berarti kemungkinan terjadinya juga lebih kecil.





§  Sifat-Sifat Peluang Diskrit
Peluang diskrit mempunyai sifat sebagai berikut :
1.    0   p( )   1, adalah nilai peluang yaitu bilangan tidak negatif dan selalu lebih kecil atau sama dengan 1.
2.    = 1, yaitu jumlah peluang semua titik sampel di  dalam ruang sampel S adalah 1.
Peluang (probabilitas) P(E) = 1 artinya suatu kejadian yang pasti terjadi. Sedangkan P(E) = 0 adalah suatu kejadian yang tidak mungkin atau mustahil terjadi. Peluang dalam nilai ekstrim ini jarang terjadi, yang sering terjadi adalah diantaranya.
§  PENDEKATAN PERHITUNGAN PELUANG
Ada dua pendekatan dalam menghitung peluang yaitu pendekatan yang bersifat objektif (pendekatan klasik dan frekuensi relatif) dan subjektif. Pendekatan objektif dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Pendekatan Klasik
Peluang dengan pendekatan klasik didasarkan atas pengertian rangkaian peristiwa yang bersifat eksklusif secara bersama-sama dan masing-maing-masing mempunyai kesempatan yang sama untuk muncul. Menurut pendekatan klasik, terjadinya peristiwa E dinyatakan sebagai rasio satu kejadian dari seluruh kejadian apabila setiap kejadian mempunyai kesempatan yang sama. Bila kejadian E terjadi dalam m cara dari seluruh n cara yang mungkin terjadi dan masing-masing n cara itu mempunyai kesempatan atau kemungkinan yang sama untuk muncul maka pelung kejadian E yang ditulis P(E) dirumuskan sebagai berikut :
P(E) =
Keterangan :
P(E)     =   peluang terjadinya kejadian E.
   m      =   peristiwa yang dimaksud.
   n       =   banyaknya peristiwa.





Contoh 1 :
Pada pelemparan uang logam dimisalkan sisi pertama kita sebut muka = m dan sisi kedua kita sebut belakang = b. Maka ada dua kejadian yang mungkin, yaitu kejadian munculnya muka m kita sebut E = m atau kejadian  munculnya sisi belakang b kita sebut E = b. Oleh karena sisi uang logam terdiri atas dua sisi (n = 2) dan kedua sisi itu mempunyai kesempatan yang sama untuk muncul maka peluang munculnya kejadian E = {m} atau E = {b} adalah :
P(E) = P({m}) =  =    atau   P(E) = P({b}) =  =  .
Lebih singkat ditulis P(E) = P(m) =    atau   P(E) = P(b) =  .
Ingat bahwa dalam pelemparan uang logam tersebut yang akan muncul salah satu dari           E = (m) atau E = (b). Jadi, bila yang muncul E = (m), maka E = (b) tidak muncul, dan bila yang muncul E = (b), maka yang tidak muncul adalah E = (m). Jadi, kita mempunyai kejadian munculnya E = (m), sekaligus kejadian tidak munculnya E = (b).
Contoh 2 :
Pada pelemparan sebuah dadu. Muka dadu ada 6 yaitu 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Semua muka dadu mempunyai kesempatan yang sama untuk muncul. Yang akan muncul salah satu dari muka-muka dadu itu (m = 1) yaitu muka 1, muka 2, muka 3, muka 4, muka 5, atau muka 6. Kita misalkan :
E = (1) bila muncul muka dadu  1,
E = (2) bila muncul muka dadu 2, dan
E = (3) bila muncul muka dadu 3 dan seterusnya.
Maka peluang kejadian E adalah :
P(E) = P(1) = P(2) = P(3) = P(4) = P(5) = P(6) =  =
Contoh 3 :
Hitunglah peluang memperoleh kartu hati bila sebuah kartu diambil secara acak dari seperangkat kartu bridge yang lengkap.
Penyelesaian :
Jumlah seluruh kartu : n = 52  
Jumlah kartu hati  : m = 13
Misalkan E = kejadian munculnya kartu hati. Semua kartu hati mempunyai kemungkinan yang sama untuk muncul. Maka :
P(E) =
Contoh 4 :
Hitunglah peluang terambilnya bola merah bila sebuah bola diambil dari suatu kotak yang berisi 10 bola merah dan 10 bola putih.
Penyelesaian :
Jumlah seluruh bola  :   n   =   20 
Jumlah bola merah   : m     =   10
Misalkan E kejadian diperoleh bola merah. Maka diperoleh peluang E adalah :
P(E) =  =  =
2.    Pendekatan dengan Frekuensi Relatif
            Perumusan konsep peluang dengan cara klasik mempunyai kelemahan karena menuntut syarat semua hasil mempunyai kesempatan atau kemungkinan yang sama untuk muncul. Pengertian ini mengaburkan adanya peluang yang sama. Sehubungan dengan itu dikembangkan konsep peluang berdasarkan statistik, yaitu dengan pendekatan empiris. Peluang empiris dari suatu kejadian dirumuskan dengan memakai frekuensi relatif dari terjadinya suatu kejadian dengan syarat banyaknya pengamatan atau banyaknya sampel n adalah sangat besar. Dengan demikian, jika kejadian E terjadi sebanyak f kali dari keseluruhan pengamatan sebanyak n, maka peluang kejadian E dirumuskan sebagai berikut :
P(E) =
Dengan :
f = banyaknya muncul kejadian E.
n = banyaknya percobaan yang dilakukan.
Contoh 1 :
Pada suatu percobaan statistik, yaitu pada pelemparan sebuah dadu yang diulang sebayak      n = 1.000 kali, frekuensi munculnya muka dadu X adalah seperti pada tabel berikut :

Muka dadu (X)
1
2
3
4
5
6
Frekuensi (f)
164
165
169
169
166
167



Bila E menyatakan munculnya munculnya muka-muka dadu tersebut maka E = (1), (2), (3), (4), (5), atau (6) sehingga peluang kejadian E untuk masing-masing kemungkinan munculnya muka dadu tersebut adalah :
P(E) = P(1) =  ,
P(E) = P(2) =  ,
P(E) = P(3) =  ,
P(E) = P(4) =  ,
P(E) = P(5) =  ,
P(E) = P(6) =
Contoh 2 :
Dari 100 mahaasiswa yang mengikuti ujian, distribusi frekuensi nilai mahasiswa adalah seperti pada tabel berikut :

Nilai (X)
45
55
65
75
85
95
Frekuensi (f)
10
15
30
25
15
5

Maka peluang kejadian E mahasiswa memperoleh nilai tersebut adalah :
P(E) = P(45) =  = 0,1
P(E) = P(55) =  = 0,15
P(E) = P(65) =  = 0,3
P(E) = P(75) =  = 0,25
P(E) = P(85) =  = 0,15
P(E) = P(95) =  = 0,5

3.    Pendekatan Subjektif
Bila suatu kejadian hanya terjadi beberapa kali saja, atau tidak ada informasi relatifnya, maka peluang ditentukan berdasarkan kenyataan, perasaan, terkaan dan pengetahuan individu atas suatu peristiwa. Pendugaan peluang yang tidak didasarkan bukti atau fakta disebut peluang subjektif. Oleh sebab itu, karena sifatnya individu  peluang suatu kejadian nilainya akan ditaksir berbeda-beda dari individu satu dan individu lain meskipun informasi awal yang diterima berkaitan peristiwa tersebut adalah sama. Pendekatan ini seringkali dipakai oleh orang-orang yang cukup berpengalaman dalam bidangnya guna meramalkan suatu kejadian. Menurut pendekatan subjektif, peluang diartikan sebagai tingkat kepercayaan individu yang didasarkan pada peristiwa masa lalu yang berupa terkaan saja.
Contoh 1 :
Seorang direktur akan memilih seorang supervisor dari empat orang calon yang telah lulus ujian saringan. Keempat calon tersebut sama pintar, sama lincah, dan semuanya dapat dipercaya. Peluang tertinggi (kemungkinan diterima) menjadi supervisor ditentukan secara subjektif oleh sang direktur.
§  KEJADIAN (EVENT)
            Kejadian atau event disimbolkan E- adalah himpunan bagian dari ruang sampel. Misalkan pada percobaan melempar dadu, kejadian munculnya angka ganjil adalah               E = {1,3,5}, kejadian munculnya angka 1 adalah E = {1}. Kejadian yang hanya mengandung satu titik sampel disebut kejadian sederhana (simple event) sedangkan kejadian yang mengandung lebih dari satu titik sampel disebut kejadian majemuk (compound event).
Perhatikan bahwa pada pelemparan sebuah uang logam, S = {m,b} dan E = {m} sehingga E  S, E merupakan himpunan bagian dari S. Begitu pula pada pelemparan sebuah dadu, s = {1,2,3,4,5,6} dan E = {2}, sehingga E  S. Pada E = {m}, anggota dari E adalah titik sampel. Suatu kejadian dikatakan terjadi jika salah satu dari titik sampel di dalam kejadian tersebut terjadi.
Hubungan antara kejadian E dengan ruang sampel S digambarkan sebagai berikut :
E  S
Ada suatu keterkaitan antara kejadian E dan ruang sampel S pada konsep peluang dengan himpunan bagian E dan himpunan semesta S pada teori himpunan, yaitu sebagai berikut :
Konsep Peluang :                                           Teori Himpunan :
Ruang sampel S                                      Himpunan semesta S
Kejadian E                                                 Himpunan bagian E
Titik sampel                                                 Anggota himpunan
Berdasarkan kejadian E dan ruang sampel tersebut, maka perumusan konsep peluang tersebut didefinisikan sebagai berikut :
Definisi :
Peluang kejadian E di dalam ruang sampel S adalah p(E) = |E|/|S|. Besarnya peluang suatu peristiwa E terjadi, yang merupakan himpunan bagian dari ruang sampel S dimana setiap peristiwa didalamnya memililki peluang yang sama untuk terjadi diberikan oleh P(E) = |E|/|S|.
Dalam definisi ini, baik E maupun S adalah himpunan, dengan demikian tanda |-| melambangkan kardinalitas atau banyaknya anggota dari himpunan. Nilai peluang mempunyai rentang dari 0 (berkaitan dengan peristiwa yang tidak pernah terjadi) sampai 1 (untuk peristiwa yang pasti terjadi). Peluang kejadian E juga dapat diartikan sebagai jumlah peluang semua titik sampel di dalam E.  Jadi, kita dapat menuliskan bahwa:
p(E) =  = )
Contoh 1 :
Berapa peluang munculnya angka ganjil pada pelemparan dadu ?
Penyelesaian :
Pada percobaan melempar dadu, S = {1,2,3,4,5,6}. Kejadian munculnya angka ganjil E = {1,3,5}. Disini |S| = 6 dan |E| = 3. Kejadian munculnya angka ganjil adalah 3/6 = ½. Kita juga dapat menghitung peluang munculnya satu angka ganjil = 1/6, sehingga p(E) = 1/6 + 1/6 +1/6 = 3/6 = ½.
Contoh 2 :
Jumlah cara mengambil 5 kartu sembarang dari 52 kartu = C(52, 5). Jumlah cara mengambil satu jenis kartu dari 13 jenis yang ada = C(13,1). Jumlah cara mengambil 4 kartu dari 4 kartu yang sejenis = C(4,4). Jumlah cara mengambil satu kartu lagi dari 48 kartu yang  tersisa = C(48,1). Sehingga, peluang dari 5 kartu tersebut mengandung 4 kartu sejenis.

Contoh 3 :
Dua buah dadu dilemparkan secara bersamaan. Berapa peluang munculnya angka-angka dadu dengan jumlah 8?
Penyelesaian  :
                        Ruang sampel dari dua buah dadu adalah sebagai berikut :

1
2
3
4
5
6
1
(1,1)
(1,2)
(1,3)
(1,4)
(1,5)
(1,6)
2
 (2,1)
(2,2)
(2,3)
(2,4)
(2,5)
(2,6)
3
(3,1)
(3,2)
(3,3)
(3,4)
(3,5)
(3,6)
4
(4,1)
(4,2)
(4,3)
(4,4)
(4,5)
(4,6)
5
(5,1)
(5,2)
(5,3)
(5,4)
(5,5)
(5,6)
6
(6,1)
(6,2)
(6,3)
(6,4)
(6,5)
(6,6)

Ruang sampelnya sebanyak 36. Kejadian munculnya jumlah angka sama dengan 8 adalah     E = {(2,6),(3,5),(4,4),(5,3),(6,2)}. Peluang munculnya jumlah angka sama dengan 8 adalah 5/36.
Contoh 4 :
Kartu remi berjumlah 52. Keseluruhan kartu ini terdiri dari 13 jenis kartu, setiap jenis terdiri dari 4 buah kartu. Tiga belas jenis kartu tersebut adalah 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, joker, ratu, raja, as. Setiap pemain remi mendapatkan 5 buah kartu. Berapa peluang dari 5 kartu tersebut mengandung 4 kartu dari jenis yang sama ?
Penyelesaian :
·  Cara mengambil 5 kartu sembarang dari 52 buah kartu = C(52,5) (Ini adalah Ruang sampel).
·  Cara mengambil satu jenis kartu dari 13 jenis yang ada = C(13,1)
·  Cara mengambil 4 kartu dari 4 kartu yang sejenis = C(4,4)
·  Cara mengambil satu kartu lagi dari 48 kartu yang tersisa = C(48,1)
·  Peluang dari 5 kartu tersebut mengandung 4 kartu sejenis =                                            C(13,1) x C(4,4) x C(48,1) /C(52,5) = 0.00024



Contoh 5 :
Berapa peluang dari 5 kartu mengandung 4 kartu as ?
Penyelesaian :
Untuk mengambil kartu as, maka hanya ada satu cara mengambil jenis kartu as.
Cara mengambil 4 kartu dari 4 kartu as = C(4,4)
Cara mengambil satu kartu lagi dari 48 kartu yang tersisa = C(48,1)
Cara mengambil 5 kartu sembarang dari 52 buah kartu = C(52,5)
Peluang dari 5 kartu tersebut mengandung 4 kartu as = 1 x C(4,4) x C(48,1) / C(52,5) = 0.0000185.
Contoh 6 :
Diantara 100 bilangan bulat positif pertama,berapa peluang memilih secara acak sebuah bilangan yang habis dibagi 3 atau 5 ?
Penyelesaian :
Misalkan A menyatakan kejadian bilangan bulat yang habis dibagi 3 dan B menyatakan kejadian bilangan bulat yang habis dibagi 5. A B menyatakan kejadian bilangan bulat yang habis dibagi 3 dan 5 ( yaitu bilangan bulat yang habis dibagi KPK dari 3 dan 5 yaitu 15) maka AB menyatakan kejadian bilangan bulat yang habis dibagi 3 atau 5.
|A| =  = 33 ,
|B| =  = 20 ,
| A B | =  = 6
Maka untuk mendapatkan
   P(AB)
= p(A) + p(B)– p(AB)
= 33/100 + 20/100 – 6/100
 = 0,47
Jadi peluang bilangan yang habis dibagi 3 atau 5 adalah 0.45







§  Konsep Teori Himpunan pada Peluang Diskrit
Adapun konsep-konsep teori himpunan pada peluang diskrit antara lain :
Misalkan diketahui dua buah himpunan A dan B adalah dua kejadian didalam ruang sampel S.
1.    Kejadian bahwa A dan B terjadi sekaligus berarti munculnya salah satu titik sampel di dalam himpunan A B. Peluang terjadinya kejadian A dan B adalah :
P (A B) =   )
2.    Kejadian bahwa A atau B atau keduanya terjadi berarti munculnya salah satu titik sampel di A B. Peluang terjadinya kejadian A atau B adalah :
P (A B) =   )
3.    Kejadian bahwa A terjadi tetapi B tidak terjadi berarti munculnya salah satu titik sampel di A – B. Peluang terjadinya kejadian A tetapi B tidak adalah :
P (A - B) =   )
4.    Kejadian salah satu dari A dan B terjadi namun bukan keduanya berarti sama dengan munculnya salah satu titik sampel di A B. Peluang terjadinya salah satu dari A dan B namun bukan keduanya adalah :
P (A B) =   )
5.    (Komplemen) peluang bahwa kejadian Ä€, komplemen dari kejadian A, terjadi adalah
P( ) = 1 P(A)

1.    Kejadian Tidak Saling Lepas/Meniadakan :
Ingat kembali pengetahuan mengenai teori himpunan bahwa bila A dan B dua himpunan dalam himpunan semesta S, maka gabungan dari A dan B adalah himpunan baru yang anggotanya terdiri atas anggota A atau anggota B atau anggota keduanya yang ditulis :
A  B = {xS | xA atau xB}
A  B = {xS | xA dan xB}
Diagram Venn untuk himpunan tersebut ditunjukkan oleh gambar berikut:
Banyaknya anggota himpunan A  B dan A  B adalah :
n(A B) = n(A) + n(B) – n(A B)
n(A B) = n(A) + n(B) – n(A B)
Sejalan dengan himpunan gabungan tersebut, karena ada keterkaitan antara teori himpunan dengan teori peluang, maka kita dapat merumuskan kejadian gabungan A dan B, yaitu kejadian A  B pada ruang sampel S.
Bila A dan B kejadian semabrang pada ruang sampel S, maka kejadian gabungan A dan B ditulis A  B dan A  B adalah kumpulan semua titik sampel yang ada pada A atau B atau kedua-duanya. Kejadian A  B disebut kejadian majemuk. Demikian halnya, kejadian  A B , yaitu kumpulan titik sampel yang ada pada A dan B juga disebut kejadian majemuk.
Peluang kejadian A  B dan A  B dirumuskan sebagai berikut :
P(A B) = P(A) + P(B) – P(A B)
P(A B) = P(A) + P(B) – P(A B)
Penjelasan lahirnya rumus tersebut adalah sebagai berikut :
Dengan menggunakan prinsip inklusi-eksklusi kita juga dapat memperlihatkan bahwa :
p(A B) = p(A) + p(B) – p(A B)
Bukti : Prinsip inklusi-ekslusi untuk operasi gabungan dua buah himpunan menyatakan
 
Dalam hal ini :
p(A B) =
             =
             =      
                 = p(A)  p(B)  p(A  B)
Contoh 1 :
Kita ambil satu kartu secara acak dari satu set kartu bridge yang lengkap. Bila A = kejadian terpilihnya kartu AS dan B = kejadian terpilihnya kartu wajik, hitunglah P(A B) !
Penyelesaian :
P(A) =   ,
 P(B) =   ,
P(A B) =  ( kartu as wajik )
Maka P(A B) = P(A) + P(B) – P(A B)
                            =  +  
                       =  =
Contoh 2 :
Peluang seorang mahasiswa lulus matematika diskrit adalah  dan peluang lulus kalkulus adalah  . Bila peluang lulus sekurang-kurangnya satu mata kuliah diatas adalah   , berapa peluang ia lulus kedua mata kuliah itu ?
Penyelesaian :
Misalkan
A = kejadian lulus matematika diskrit.
B = kejadian lulus kalkulus.
P(A) =  ,
P(B) =  ,
P(A B) =
P(A B)   =   P(A) + P(B) – P(A B) 
                   =   +    = 
Peluang kejadian majemuk AB sebagaimana rumus P(A B) = P(A) + P(B) – P(A B) tersebut masih dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi peluang kejadian A, B, dan C yang ditulis dengan A B C. Gambar dari kejadian tersebut digambarkan sebagai berikut :

Peluang kejadian majemuk A B C dirumuskan seabgai berikut :
P(AB) = P(A)+P(B)+P(C) P(AB) P(AC) P(BC) P(ABC)
Penjelasan lahirnya rumus ini dapat diperoleh dengan melakukan cara yang hampir sama dengan penjelasan lahirnya rumus P(A B) = P(A) + P(B) – P(A B).
2.     Kejadian Saling Lepas (Meniadakan) :
Bila A dan B dua kejadian sembarang pada S dan berlaku A B = , maka A dan B dikatakan dua kejadian saling lepas atau saling bertentangan atau saling pisah (mutually exclusive). Dua kejadian A dan B dikatakan saling lepas artinya kejadian A dan B tidak mungkin terjadi secara bersamaan. Dua kejadian saling lepas ditunjukkan pada gambar berikut ini.
Bila A dan B dua kejadiaan saling lepas, maka P(A  B) = P ( ) = 0, sehingga peluang kejadiaan  A  B dirumuskan sebagai berikut.
P(A  B) = P(A) + P(B)
Contoh 1 :
Bila A dan B dua kejadiannya saling lepas, dengan P(A) =0,3 dan P(B) =0,25, tentukan P(A B) !
Penyelesaian :
Karena A dan B saling lepas, maka berlaku:
P(A B)   = P(A) + P(B)
                 = 0,3 + 0,25
                 =0,55
Contoh 2 :
Pada pelemparan dua buah dadu. Tentukan peluang munculnya muka dua dadu dengan jumlah 7 atau 11!
Penyelesaian :
Misalkan
A = kejadian munculnya jumlah 7.
B = kejadian munculnya jumlah 11.

Dadu II
1
2
3
4
5
6
D
a
d
u

I
1
(1,1)
(1,2)
(1,3)
(1,4)
(1,5)
(1,6)
2
(2,1)
(2,2)
(2,3)
(2,4)
(2,5)
(2,6)
3
(3,1)
(3,2)
(3,3)
(3,4)
(3,5)
(3,6)
4
(4,1)
(4,2)
(4,3)
(4,4)
(4,5)
(4,6)
5
(5,1)
(5,2)
(5,3)
(5,4)
(5,5)
(5,6)
6
(6,1)
(6,2)
(6,3)
(6,4)
(6,5)
(6,6)

Diperoleh :
A = {(1,6), (2,5), (3,4), (4,3), (5,2), (6,1)}
B = {(5,6), (6,5)}
Maka A  B =  , berarti A dan B saling lepas.
P(A) =  
 P(B) =  , sehingga:
P(A B) =P(A) + P(B) =  +  =  = 
Dengan demikian dapat kita kembangkan rumus peluang tiga kejadian A, B, dan C yang saling lepas,yaitu:
P(A B C) = P(A) + P(B) + P(C)
Secara umum, , , ...,  adalah kejadian-kejadian yang saling lepas, maka berlaku rumus peluang seperti berikut ini:
P( ...., ) = P( ) + P( ) + P( ) + ... + P( ) =

3.    Dua Kejadian Saling Bebas
Dalam percakapan sehari-hari, kita sering mendengar kata-kata saling tidak mempengaruhi, independen, dan tidak ada sangkut paut. Semua ungkapan tersebut pada intinya menyatakan bahwa terjadinya kejadian yang satu tidak dipengaruhi oleh terjadinya kejadian yang lain. Dalam konsep peluang dua kejadian seperti itu disebut dua kejadian saling bebas.
Dua kejadian A dan B dalam ruang sampel S dikatakan saling bebas jika kejadian A tidak mempengaruhi kejadian B dan sebaliknya kejadian B tidak mempengaruhi kejadian A. Jika A dan B dua kejadian saling bebas, maka berlaku rumus :
P(A B) = P(A).P(B)
Contoh 1 :
Bila diketahui dua kejadian A dan B saling bebas dengan P(A) = 0,3 dan P(B) = 0,4. Maka berlaku :
P(A B) = P(A).P(B) = (0,3)(0,4) = 0,12
Contoh 2 :
Pada pelemparan dua uang logam, apakah kejadian munculnya muka dari uang logam pertama dan uang logam kedua saling bebas ?
Penyelesaian :
Akal sehat kita mengatakan seharusnya kejadian itu saling bebas. Sebab dalam pelemparan dua uang logam secara sekaligus, muncul sisi apa saja pada uang logam pertama tidak ada sangkut pautnya dangan muncul sisi apa saja dari uang logam kedua.  Atau dapat dikatakan, bila uang logam pertama menghasilkan sisi muka, maka muncul sisi apa saja dari uang logam kedua, muka atau belakang, tidak ada sangkut pautnya dangan muncul sisi apa saja dari uang logam pertama. Penjelasan dengan konsep peluang adalah sebagai berikut :
Perhatikan tabel :
Hasil yang mungkin muncul ditunjukkan pada tabel berikut ini :

Uang logam II
M
B
Uang logam I
m
(m,m)
(m,b)
b
(b,m)
(b,b)
Jadi ruang sampel S adalah S = {(m,m), (m,b), (b,m), (b,b)}.

Misalkan
A = kejadian munculnya muka (m) dari uang logam pertama.
B = kejadian munculnya muka (m) dari uang logam kedua.
Maka kejadian majemuk A B menyatakan munculnya dua muka (m,m) dari uang logam pertama dan uang logam kedua, sehingga :
A = {m}, B = {m}, dan A B = {(m,m)} dengan
P(A) =  , P(B) =  , dan P(A B) =   .  Akan tetapi, juga berlaku :
P(A B) =  =  .  = P(A) . P(B)
Dengan demikian, karena berlaku P(A B) = P(A) . P(B), maka A dan B saling bebas.
Contoh 3 :
Pada pelemparan dua buah dadu, apakah kejadian munculnya muka X  3 dadu I dan kejadian munculnya muka Y  5 saling bebas ?
Penyelesian :

Dadu II
1
2
3
4
5
6
D
a
d
u

I
1
(1,1)
(1,2)
(1,3)
(1,4)
(1,5)
(1,6)
2
 (2,1)
(2,2)
(2,3)
(2,4)
(2,5)
(2,6)
3
(3,1)
(3,2)
(3,3)
(3,4)
(3,5)
(3,6)
4
(4,1)
(4,2)
(4,3)
(4,4)
(4,5)
(4,6)
5
(5,1)
(5,2)
(5,3)
(5,4)
(5,5)
(5,6)
6
(6,1)
(6,2)
(6,3)
(6,4)
(6,5)
(6,6)

A = kejadian munculnya muka X  3 dadu I.
B = kejadian munculnya muka Y  5 dadu II.
A =   {(1,1), (1,2), (1,3), (1,4), (1,5), (1,6), (2,1), (2,2), (2,3), (2,4), (2,5), (2,6), (3,1), (3,2), (3,3), (3,4), (3,5), (3,6)}.
B =    {((5,1), (5,2), (5,3), (5,4), (5,5), (5,6), (6,1), (6,2), (6,3), (6,4), (6,5), (6,6)}.
A B = {(1,5), (2,5), (3,5), (1,6), (2,6), (3,6)}.
Maka diperoleh :
P(A B) = P(A) . P(B) = (  )(  ) =
Jika A, B, dan C adalah tiga kejadian saling bebas maka berlaku rumus peluang kejadian A B C, yaitu sebagai berikut :
P(A B C) = P(A) . P(B) . P(C)
Secara umum, bila , , , ... ,  adalah kejadian-kejadian yang bebas, maka berlaku :
P(  ... ) = P( ) . P( ) . P( ) . ... . P( )
Contoh  4 :
Pada pelemparan tiga buah uang logam, tunjukkanlah bahwa munculnya muka dari tiga uang logam saling bebas.
Penyelesaian :
Bila tiga uang logam dilemparkan, maka ruang sampelnya adalah :
S = {(m,m,m), (m,m,b), (m,b,m), (b,m,m), (b,m,b), (b,b,m), (m,b,b), (b,b,b)}.
Misalkan
A = kejadian munculnya muka pada uang logam 1.
B = kejadian munculnya muka pada uang logam 2.
C = kejadian munculnya muka pada uang logam 3.
Maka diperoleh :
A = {(m,m,m), (m,m,b), (m,b,m), (m,b,b)}
B = {(m,m,m), (m,m,b), (b,m,m), (b,m,b)}
C = {(m,m,m), (m,b,m), (b,m,m), (b,b,m)}
Maka berlaku :
P(A B C) = P(A) . P(B) . P(C) =  .  .   =  
Jadi A, B, C adalah kejadian saling bebas.
4.     Dua Kejadian Saling Komplementer
Dalam teori himpunan disebutkan bahwa bila himpunan A  S, maka komplemen A ditulis  atau adalah himpunan yang anggotanya S tetapi bukan anggota A atau :
 = {xS | x A}
Gambar himpunan A,  dalam himpunan semesta ditunjukkan pada gambar berikut :
Kiranya jelas bahwa A =  atau A S.
Sejalan dengan pengetahuan itu, kita mengenal dua kejadian saling komplementer A dan  dalam ruang sampel S. Kejadian  adalah kumpulan titik sampel yang merupakan titik sampel S tetapi bukan merupakan titik sampel A. Kiranya jelas bahwa A dan  merupakan dua kejadian saling lepas karena A = . Bila A dan  dua kejadian dalam S saling komplementer, maka berlaku rurmus peluang sebagai berikut :
P( ) = 1 P(A)
Penjelasan lahirnya rumus tersebut diuraikan sebagai berikut :
Perhatikan karena A =  atau A S, maka :
P(A ) = 0 dan P(A ) = P(S) = 1
Akan tetapi,
P(A )   = P(A) + P( )  P(A )
1                 = P(A) + P( )  0
P( )          = 1  P(A)
Atau
Persamaan tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut :
P( ) =  = 1    = 1 P(A)
 Contoh 1 :
Bila A dan  dua kejadian saling komplementer, dengan P(A) = 0,6. Maka P( ) = 1- P(A) = 1  0,6 = 0,4.
Contoh 2 :
Pada pelemparan dadu, jika A adalah kejadian munculnya muka dadu yang sama, hitunglah peluang munculnya muka dadu yang tidak sama.



Penyelesaian :
Perhatikan tabel berikut :

Dadu II
1
2
3
4
5
6
D
a
d
u

I
1
(1,1)
(1,2)
(1,3)
(1,4)
(1,5)
(1,6)
2
 (2,1)
(2,2)
(2,3)
(2,4)
(2,5)
(2,6)
3
(3,1)
(3,2)
(3,3)
(3,4)
(3,5)
(3,6)
4
(4,1)
(4,2)
(4,3)
(4,4)
(4,5)
(4,6)
5
(5,1)
(5,2)
(5,3)
(5,4)
(5,5)
(5,6)
6
(6,1)
(6,2)
(6,3)
(6,4)
(6,5)
(6,6)

A = {(1,1), (2,2), (3,3), (4,4), (5,5), (6,6)}. Maka P(A) =  =
 =kejadian munculnya muka dadu yang tidak sama. Maka A dan  adalah dua kejadian yang saling komplementer sehingga berlaku :
P( ) = 1- P(A) = 1  =  .
Contoh 3 :
Dari 8 bit (atau 1 byte) yang dibangkitkan secara acak, berapa peluang bahwa byte tersebut tidak dimulai dengan ‘11’ ?
Penyelesaian :
Misalkan A menyatakan kejadian bahwa byte yang dibangkitkan dimulai dengan ‘11’. Maka ~A menyatakan kejadian bahwa byte yang dibangkitkan tidak dimulai dengan ‘11’. Jumlah byte yang dimulai dengan ‘11’ adalah 26 = 64 buah karena 2 posisi pertama sudah diisi dengan ‘11’ sehingga kita cukup mengisi 6 posisi bit lainnya. Jadi |A| = 64. Ruang sampel S adalah himpunan semua bit yang panjangnya 8 disini |S| = 28 =256. Maka peluang byte yang dibangkitkan tidak dimulai dengan ‘11’ adalah :
P(~A) = 1 – p(A) = 1 – 64/256 = 192 / 256







BAB III
PENUTUP
1.    Kesimpulan
Prinsip Sarang Merpati terbagi menjadi 3 bentuk. Prinsip pigeonhole bentuk pertama menyatakan jika (n + 1) atau lebih objek ditempatkan di dalam n buah kotak, maka paling sedikit terdapat satu kotak yang berisi dua atau lebih objek. Bentuk kedua menyatakan jika f merupakan sebuah fungsi dari suatu himpunan terhingga X ke suatu himpunan terhingga Y dan |X| > |Y |, maka f( ) = f( ) untuk beberapa ,    X, dimana     . Bentuk ketiga menyatakan jika M objek ditempatkan di dalam n buah kotak, maka paling sedikit terdapat satu kotak yang berisi minimal [M/n] objek. Prinsip pigeonhole  mempunyai banyak pengaplikasian atau penerapan, diantaranya dalam sains komputer,  permasalahan relasi, pembagian,  permasalahan numerikal, permasalahan geometri umum,  trik kartu kombinatorik, fungsi kuadrat, dan teori Ramsey.
Teori peluang banyak menggunakan konsep-konsep di dalam kombinatorial. Sayangnya, kedua bidang ini lahir dari tempat yang kurang  patut, yaitu dari arena judi (gambling games). Peluang adalah derajat/tingkat kepastian atau keyakinan dari terjadinya suatu peristiwa dalam suatu percobaan tertentu dengan kisaran nilai peluang 0    p( )    1. Ada dua pendekatan dalam menghitung peluang yaitu pendekatan yang bersifat objektif (pendekatan klasik dan frekuensi relatif) dan subjektif. Konsep-konsep pada teori himpunan dapat diterapkan pada peluang diskrit dengan rumus : P (A B) =   ); P (A B) =   ); P (A - B) =   ); P (A B) =   ); P( ) = 1 P(A).

2.    Saran
Sebaiknya kita lebih mendalami dan memahami mengenai prinsip sarang  merpati dan peluang diskrit. Dengan mempelajari prinsip sarang merpati kita dapat menyelesaikan permasalahan relasi, geometri, trik kartu kombinatorik, dan lain-lain dengan lebih mudah. Dan dengan mempelajari peluang, kita dapat membuat dan mengetahui hasil dari suatu kejadian.




DAFTAR PUSTAKA